Kamis, 01 April 2010

DASAR EVALUASI BELAJAR

1. Pengertian Evaluasi
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik, tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Pentingnya diketahui hasil ini karena ia dapat menjadi salah satu patron bagi pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajran yang dia lakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Artinya, apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian pula sebaliknya.Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah ini hanya dibicarakan masalah konsep dasar evaluasi hasil belajar meskipun dalam pembicaraan tentang evaluasi hasil belajar ini juga disinggung masalah konsep dasar evaluasi pembelajaran. Hal ini tentu saja terjadi karena evaluasi belajar dan evaluasi pembelajaran menurut penulis tak dapat dipisahkan.
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan evaluasi? Banyak literatur yang memberikan pengertian tentang evaluasi ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian (KBBI, 1996:272). Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian. Meskipun berbeda, ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling memerlukan. Hal senada juga disampaikan oleh Nurgiyantoro (1988) dan Sudijono (2006).
Selanjutnya, ada juga para ahli evaluasi pendidikan, seperti Sudijono, menyebutkan bahwa evaluasi adalah (1) proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan, (2) usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan (Sudijono, 2006:2). Hampir sama dengan Sudijono, Dimyati dan Mujiono menyebutkan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan (2006:192).
Selain istilah evaluasi, terdapat juga istilah penilaian, pengukuran, dan tes. Sebenarnya, apakah ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama? Jawabannya tentu saja tidak. Pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, misalnya suhu badan dengan ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius, 380 celcius, 390 dst. Dari contih tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh. Jadi penilaian sifatnya kualitatif. Dalam contoh di atas, seseorang yang suhu badannya adalah 360 celcius termasuk orang yang normal kesehatannya. Contoh lain yang dapat dosbeutkan di sini adalah ketika dikatakan bahwa berat seseorang adalah 140 kg, 140 kg adalah hasil pengukuran. Akan tetapi, ketika hasil 140 kg sangat berat, kata sangat berat adalah penilaian. Apa yang mmbedakan dengan evaluasi. Yang membedakannya adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif adan aspek kuanitatif. Dengan demikian, berdasarkan pengertian yang telah dikemukan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum adalah suatu proses untuk mendiagnosis kegiatan belajar dan pembelajaran.
2. Fungsi dan Tujuan Evaluasi dalam Dunia Pendidikan
Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan memiliki lima fungsi, yaitu:
1) memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya,
2) memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi peserta didik dalam kelompoknya,
3) memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik,
4) memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya,
5) memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai (Sudijono, 2006:12).
Tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
1) Tujuan umum evaluasi pendidikan adalah untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pembelajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
2) Tujuan khusus evaluasi pendidikan adalah untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan, untuk mencari dan menemukan faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya (Sudijono, 2006:17).
3. Objek Evaluasi Pendidikan
Yang dimaksud dengan objek evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan karena pihak penilai ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut.
Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui objek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi, yaitu input, transformasi, dan output. Input merupakan bahan mentah yang akan diolah, transformasi adalah tempat untuk mengolah bahan mentah, sedangkan output adalah hasil pengolah yang dilakukan di dapur dan siap dipakai.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input atau bahan mentah yang akan diolah tidak lain adalah para calon peserta didik. Ditilik dari segi input ini, objek dari evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu aspek kemampuan, aspek kepribadian, aspek sikap. Dalam konsep Bloom barangkali aspek-aspek ini hampir sama dengan keluaran belajar yang dibagi olehnya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor (Nurgiyantoro, 1988:24-25). Konsep seperti ini pula yang dituntut dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam kurikulum ini aspek-aspek yang dievaluasi dimuat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.
4. Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini.
1) Prinsip Keseluruhan
Yang dimaksud dengan evaluasi yang berprinsip keseluruhan atau menyeluruh atau komprehensif adalah evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh, menyeluruh. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa dalam pelaksanaannya evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, tetapi mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati.
Dalam hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya menggambarkan aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun diharapkan terangkum dalam evaluasi. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman siswa terhadap materi ini, melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengimplementasikan materi tersebut dalam kehidupannya.
Jika prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan, akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2) Prinsip Kesinambungan
Istilah lain dari prinsip ini adalah kontinuitas. Penilaian yang berkesinambungan ini artinya adalah penilaian yang dilakukan secara terus menerus, sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara berkesinambungan ini akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik sejak awal mengikuti program pendidikan sampai dengan saat-saat mereka mengakhiri program-program pendidikan yang mereka tempuh.
3) Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Orang juga sering menyebut prinsip objektif ini dengan sebutan “apa adanya”. Istilah apa adanya ini mengandung pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari materi atau bahan ajar yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi, istilah apa adanya itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor, dan penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat pada diri tester. Di sini tester harus dapat mengeliminasi sejauh mungkin kemungkinan-kemungkinan “hallo effect” yaitu jawaban soal dengan tulisan yang baik mendapat skor lebih tinggi daripada jawaban soal yang tulisannya lebih jelek padahal jawaban tersebut sama. Demikian pula “kesan masa lalu” dan lain-lain harus disingkirkan jauh-jauh sehingga evaluasi nantinya menghasilkan nilai-nilai yang objektif.
Dengan kata lain, tester harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya subjektif. Prinsip ini sangat penting sebab apabila dalam melakukan evaluasi, subjektivitas menyelinap masuk dalam suatu evaluasi, kemurnian pekerjaan evaluasi itu sendiri akan ternoda.
Sebenarnya bukan hanya tiga prinsip di atas yang menjadi ukuran dalam untuk melakukan evaluasi. Dimyati dan Mujiono (2006:194-199) menyebutkan bahwa evaluasi yang akan dilakukan juga harus mengikuti prinsip kesahihan (valid), keterandalan (reliabilitas), dan praktis.
a. Kesahihan
Sebuah evaluasi dikatakan valid jika evaluasi tersebut secara tepat, benar, dan sahih telah mengungkapkan atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Agar diperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan instrumen yang memiliki/memenuhi syarat kesahihan suatu instrumen evaluasi.
Contoh berikut dapat dijadikan sarana untuk memahami pengertian valid. Contoh yang dimaksud adalah berupa barometer dan termometer. Barometer adalah alat ukur yang dipandang tepat untuk mengukur tekanan udara. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa barometer tanpa diragukan lagi adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur tekanan udara. Dengan kata lain, apa seseorang melakukan pengukuran terhadap tekanan udara dengan menggunakan alat pengukur berupa barometer hasil pengukuran yang diperoleh itu dipandang tepat dan dapat dipercaya. Demikian pula halnya denga termometer. Termometer adalah alat pengukur yang dipandang tepat, benar, sahih, dan abash untuk mengukur tinggi rendahnya suhu udara. Jadi dapat dikatakan bahwa termometer adalah adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur suhu udara (Sudijono, 2006:96).
Sahih atau tidaknya evaluasi tersebut ditentukan oleh faktor-faktor instrumen evaluasi itu sendiri, administrasi evaluasi dan penskoran, respon-respon siswa (Gronlund, dalam Dimyati dan Mujiono (2006:195). Kesahihan instrumen evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan pengalaman. Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam kesahihan yanga terdiri atas kesahihan isi (content validation), kesahihan konstruksi (contruction validity), kesahihan ada sekarang (concurrent validity), dan kesahihan prediksi (prediction validity) (Arikunto, 1990:64).
b. Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan yaitu tingkat kepercayaan bahwa suatu evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat. Maksud dari pernyataan ini adalah jika suatu eveluasi dilakukan pada subjek yang sama evaluasi senantiasa menunjukkan hasil evaluasi yang sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian, misalnya, dikatakan telah memiliki reliabilitas apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil, kapan saja, dimana saja ujian itu dilaksanakan, dan oleh siapa saja pelaksananya.
Keterandalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Panjang tes (length of tes). Panjang tes berhubungan dengan banyaknya butir tes. Pada umumnya lebih banyak butir tes, lebih tinggi keterandalan evaluasi. Hal ini terjadi karena makin banyak soal tes, makin banyak sampel yang diukur.
2) Sebaran skor (spread of scores). Besarnya sebaran skor akan membuat kemungkinan perkiraan keterandalan lebih tinggi menjadi kenyataan.
3) Tingkat kesulitan tes (difficulty of tes). Tes yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok yang mengerjakan cenderung menghasilkan skor tes keterandalan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dan sulit keduanya salam suatu sebaran skor yang terbatas.
4) Objektivitas (objektivity). Objektivitas suatu tes menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh para siswa) dan memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.
c. Kepraktisan
Kepraktisan suatu evaluasi bermakna bahwa kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil maupun kemudahan dalam menyimpan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi meliputi:
1) kemudahan mengadministrasi;
2) waktu yang disediakan untuk melancarkan kegiatan evaluasi;
3) kemudahan menskor;
4) kemudahan interpretasi dan aplikasi;
5) tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding.
5. Kategori Keluaran Belajar Menurut Bloom
Pada topik objek yang menjadi sasaran evaluasi pendidikan telah disinggung secara sepintas perihal ketegori keluaran belajar Bloom ini. Sekarang kategorri keluaran belajar itu akan disinggung secara detail mengingat kategori keluaran belajaran ini merupakan kategori yang sangat sering dipakai orang dalam proses evaluasi hasil belajar peserta didik. Kategori keluaran belajar yang dikemukan oleh Bloom dan kawan-kawan ini terdiri atas tiga ranah atau domain belajar. Ketiga kategori atau ranah belajar yang dimaksud adalah ranah belajar kognitif (domain cognitive), ranah belajar afektif (domain affective), dan ranah psikomotor (domain psikomotoric).
Ranah kognitif terdiri atas enam kelas/tingkat, yaitu pengetahuan, pemahaman, penggunaan/penerapan, analisis, sintesis, evaluasi. Ranah afektif terdiri atas menerima, merespon, menilai, mengorganisasi, karakterisasi. Selanjutnya, ranah psikomotor terdiri atas gerakan tubuh yang mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi nonverbal, kemampuan berbicara. Tiga ranah di atas harus dijabarkan terlebih dahulu ke dalam TIU (tujuan instruksional umum) dan TIK (tujuan instruksional khusus). Ranah-ranah inilah yang kemudian dievaluasi untuk mendapat hasil evaluasi yakni yang berupa skor dan nilai.
6. Kesimpulan
Pada dasarnya peserta didik memiliki tiga ranah keluaran belajar, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam setiap pembelajaran, ranah ini diharapkan oleh pendidik dapat berkembang dengan baik. Untuk mengetahui perkembangan ketiga ranah itu, dilakukanlah kegiatan evaluasi. Hal ini tentu saja bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik. Selain itu, evaluasi tentu saja dapat membantu pendidik untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Dengan mengetahui kemampuan-kemampuan siswa tersebut, pendidik dapat mengetahui dan sekaligus membimbing peserta didik yang masih kurang mampu memahami materi pelajaran yang telah mereka ajarkan.
Kegiatan evaluasi tentu saja tak dapat dilakukan tanpa prosedur yang jelas. Ada prinsip-prinsip evaluasi yang sepatutnya diterapkan oleh peserta didik. Tanpa mengikuti prinsip ini dikhawatirkan hasil evaluasi tidak akan valid, tidak reliabilitas, tidak objektif, dan tidak praktis menggambarkan kemampuan belajar peserta didik.

Daftar Bacaan
Balai Pustaka. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta.
Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. BPFE: Yogyakarta.
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:PT Raja Grafindo.
PENGEMBANGAN EVALUASI PEMBELAJARAN
(TEORI DAN PRAKTIK)
MAKALAH
Disampaikan Dalam Rangka Workshop Monev Pelaksanaan KTSP
Bagi Guru MI, MTs, dan MA Di Lingkungan Departemen Agama
Provinsi Jawa Barat Pada Tanggal 01-02 September 2009
Disusun Oleh :
Drs.Zainal Arifin, M.Pd.
Lektor Kepala Pada FIP-UPI
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
B A N D U N G
2009
BAB I
KONSEP DASAR EVALUASI
A. Pengertian Evaluasi
1. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
2. Dalam PP.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17 dikemukakan bahwa “penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik”.
3. Ditjen Dikdasmen Depdiknas (2003 : 1) secara eksplisit mengemukakan bahwa antara evaluasi dan penilaian mempunyai persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu. Adapun perbedaannya terletak pada konteks penggunaannya. Penilaian (assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit dan biasanya dilaksanakan secara internal, yakni oleh orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem yang bersangkutan, seperti guru menilai hasil belajar murid, atau supervisor menilai guru. Baik guru maupun supervisor adalah orang-orang yang menjadi bagian dari sistem pendidikan. Adapun evaluasi digunakan dalam konteks yang lebih luas dan biasanya dilaksanakan secara eksternal, seperti konsultan yang disewa untuk mengevaluasi suatu program, baik pada level terbatas maupun pada level yang luas.
1. Istilah pengukuran (measurement) mengandung arti “the act or process of ascertaining the extent or quantity of something” (Wand and Brown dalam Zainal Arifin, 1991). Hopkins dan Antes (1990) mengartikan pengukuran sebagai “suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri (atribute) tentang suatu objek, orang atau peristiwa”. Dengan demikian, evaluasi dan penilaian berkenaan dengan kualitas daripada sesuatu, sedangkan pengukuran berkenaan dengan kuantitas (yang menunjukkan angka-angka) daripada sesuatu. Oleh karena itu, dalam proses pengukuran diperlukan alat ukur yang standar, baik dalam tes maupun nontes.
2. Tes adalah alat atau cara yang sistematis untuk mengukur suatu sampel perilaku. Sebagai suatu alat ukur, maka di dalam tes terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik. Tes yang baik adalah tes yang memenuhi persyaratan validitas (ketepatan/kesahihan) dan reliabilitas (ketetapan/keajegan).
3. Secara umum, tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Secara khusus, tujuan evaluasi adalah untuk : (a) mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan, (b) mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching, dan (c) mengetahui efisiensi dan efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan guru, baik yang menyangkut metode, media maupun sumber-sumber belajar.
4. Depdiknas (2003 : 6) mengemukakan tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk (a) melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar-mengajar, (b) memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru, (c) memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar-mengajar, (d) mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e) menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.
5. Fungsi evaluasi adalah (a) secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya, sehingga ia merasakan kepuasan dan ketenangan, (b) secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan masyarakat dengan segala karakteristiknya, (c) secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya masing-masing, (d) untuk mengetahui kedudukan peserta didik diantara teman-temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang, (e) untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program pendidikannya, (f) untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun kenaikan tingkat/kelas, (g) secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan peserta didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala sekolah, guru/instruktur, termasuk peserta didik itu sendiri.
6. Fungsi evaluasi dapat dilihat berdasarkan jenis evaluasi itu sendiri, yaitu : (a) formatif, yaitu memberikan feed back bagi guru/instruktur sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, (b) sumatif, yaitu mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran, menentukan angka (nilai) sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar, serta dapat meningkatkan motivasi belajar, (c) diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang peserta didik (psikologis, fisik, dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar, (d) seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuannya.
7. C. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Evaluasi
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Prinsip-prinsip umum evaluasi adalah : kontinuitas, komprehensif, objektivitas, kooperatif, mendidik, akuntabilitas, dan praktis. Dengan demikian, evaluasi pembelajaran hendaknya (a) dirancang sedemikian rupa, sehingga jelas abilitas yang harus dievaluasi, materi yang akan dievaluasi, alat evaluasi dan interpretasi hasil evaluasi, (b) menjadi bagian integral dari proses pembelajaran, (c) agar hasilnya objektif, evaluasi harus menggunakan berbagai alat (instrumen) dan sifatnya komprehensif, (d) diikuti dengan tindak lanjut. Di samping itu, evaluasi juga harus memperhatikan prinsip keterpaduan, prinsip berorientasi kepada kompetensi dan kecakapan hidup, prinsip belajar aktif, prinsip koherensi, dan prinsip diskriminalitas.
1. D. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran
Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif penilaian berbasis kelas adalah :
1. Penilaian kompetensi dasar mata pelajaran. Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau subjek mata pelajaran tertentu.
2. Penilaian Kompetensi Rumpun Pelajaran. Rumpun pelajaran merupakan kumpulan dari mata pelajaran atau disiplin ilmu yang lebih spesifik. Dengan demikian, kompetensi rumpun pelajaran pada hakikatnya merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfeksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang seharusnya dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan rumpun pelajaran tersebut.
3. Penilaian Kompetensi Lintas Kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi yang harus dicapai melalui seluruh rumpun pelajaran dalam kurikulum. Kompetensi lintas kurikulum pada hakikatnya merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang mencakup kecakapan belajar sepanjang hayat dan kecakapan hidup yang harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan. Penilaian ketercapaian kompetensi lintas kurikulum ini dilakukan terhadap hasil belajar dari setiap rumpun pelajaran dalam kurikulum.
4. Penilaian Kompetensi Tamatan. Kompetensi tamatan merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang tertentu.
5. Penilaian Terhadap Pencapaian Keterampilan Hidup. Penguasaan berbagai kompetensi dasar, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun pelajaran dan kompetensi tamatan melalui berbagai pengalaman belajar juga memberikan efek positif (nurturan effects) dalam bentuk kecakapan hidup (life skills). Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui berbagai pengalaman belajar ini, juga perlu dinilai sejauhmana kesesuaiannya dengan kebutuhan mereka untuk dapat bertahan dan berkembang dalam kehidupannya di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Jenis-jenis kecakapan hidup yang perlu dinilai antara lain :
1. Keterampilan diri (keterampilan personal) : penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME, motivasi berprestasi, komitmen, percaya diri, dan mandiri.
2. Keterampilan berpikir rasional : berpikir kritis dan logis, berpikir sistematis, terampil menyusun rencana dan memecahkan masalah secara sistematis.
3. Keterampilan sosial : keterampilan berkomunikasi lisan dan tertulis; keterampilan bekerjasama, kolaborasi, lobi; keterampilan berpartisipasi; keterampilan mengelola konflik; keterampilan mempengaruhi orang lain.
4. Keterampilan akademik : keterampilan merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah; keterampilan membuat karya tulis ilmiah; keterampilan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan masalah, baik berupa proses maupun produk.
5. Keterampilan vokasional : keterampilan menemukan algoritma, model, prosedur untuk mengerjakan suatu tugas; keterampilan melaksanakan prosedur; keterampilan mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan dan alat yang telah dipelajari.
BAB II
TEKNIK DAN BENTUK EVALUASI
Secara keseluruhan, teknik dan bentuk evaluasi dapat digambarkan sebagai berikut :
A. Tes
Tes adalah suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi, yang didalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh anak didik, kemudian pekerjaan dan jawaban itu menghasilkan nilai tentang perilaku anak didik tersebut.
Berdasarkan jumlah peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tes kelompok dan tes perorangan. Dilihat dari sudut penyusunannya, tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tes buatan guru (teacher-made test) dan tes yang distandardisasi (standardized test).
1. Tes tertulis (written test), yaitu tes yang menuntut jawaban dari siswa secara tertulis. Tes tertulis diberikan kepada seorang atau sekelompok murid pada waktu, tempat, dan untuk soal tertentu.
2. Tes uraian (essay test) adalah tes yang menuntut anak untuk menguraikan jawabannya secara tertulis dengan kata-kata sendiri dalam bentuk, teknik, dan gayanya sendiri. Tes uraian sering disebut juga tes subjektif. Tes uraian ada dua bentuk, yaitu uraian terbatas dan uraian bebas.
Contoh uraian terbatas :
1) Jelaskan bagaimana masuknya Islam di Indonesia dilihat dari segi ekonomi dan politik.
2) Sebutkan lima rukum Islam !
Contoh uraian bebas :
1) Jelaskan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia !
2) Bagaimana peranan pendidikan Islam dalam memecahkan masalah-masalah pokok pendidikan di Indonesia ?
Untuk mengoreksi tes uraian, ada tiga cara yang dapat digunakan, yaitu (1) whole method, yaitu metode per nomor, (2) separated method, yaitu metode per lembar, dan (3) cross method, yaitu metode bersilang. Dalam pelaksanaan pengoreksian, guru boleh memilih salah satu di antara ketiga metode tersebut, atau mungkin menggunakannya secara bervariasi. Hal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan.
KARTU TELAAH SOAL BENTUK URAIAN
Nomor Soal : Perangkat :
No ASPEK YANG DITELAAH Ya Tidak
1. A. Materi
01 Soal sesuai dengan indikator
02 Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas
03 Isi materi sesuai dengan tujuan tes.
04 Isi materi sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan kelas.
1. B. Konstruksi
05 Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai.
06 Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
07 Ada pedoman penskoran.
08 Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca.
1. C. Bahasa
09 Rumusan kalimat soal komunikatif.
10 Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
11 Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
12 Tidak menggunakan bahasa lokal/daerah.
13 Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.
Catatan :
1. Tes objektif
Tes objektif (objective test) menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan peserta didik yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi seperti kemampuan mengingat kembali, kemampuan mengenal kembali, pengertian, dan kemampuan mengaplikasikan prinsip-prinsip. Tes objektif terdiri atas beberapa bentuk, yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban singkat.
1) Bentuk Benar–Salah (true false) :
Contoh :
Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada huruf B jika jawabannya benar dan huruf S bila jawabannya salah.
a) B – S : Waqaf berarti menghentikan bacaan karena ada tanda waqaf.
b) B – S : Yaumul hasyri artinya hari kebangkitan.
c) B – S : Surat Al-Fatihah termasuk surat Makiyyah.
d) B – S : Terbitnya matahari sebelah barat merupakan ciri besar hari kiamat.
Bentuk benar-salah yang lain adalah jawabannya telah disediakan, tetapi jawaban yang disediakan itu bukan B – S, melainkan Ya – Tidak. Contoh :
a) Ya – Tidak : Dajjal adalah seorang laki-laki dari kaum Yahudi.
b) Ya – Tidak : Dabbatul ardhi berarti keluarnya binatang bumi.
c) Ya – Tidak : Kematian manusia termasuk kiamat kubra.
d) Ya – Tidak : Rahasia hari kiamat dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Ikhlas.
Bentuk soal benar-salah dapat juga digunakan untuk mengukur kemampuan tentang sebab-akibat. Contoh :
a) B – S : Sholat rawatib dilaksanakan dua rakaat SEBAB sholat rawatib merupakan sholat sunat.
b) B – S : Nabi sangat mencela orang yang lalai membayar hutang SEBAB hutang harus segera dilunasi.
c) B – S : Pada malam Idul Fitri umat Islam mengumandangkan kalimat takbir, tahlil dan tahmid SEBAB malam Idul Fitri adalah malam menjelang 1 Syawal.
d) B – S : Puasa wajib dimulai tanggal 1 Ramadhan SEBAB puasa diakhiri tanggal 1 Syawal.
e) B – S : Nikmat yang diberikan Allah wajib disyukuri SEBAB nikmat Allah tak sama untuk setiap orang.
2) Bentuk Pilihan-Ganda (multiple choice)
Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Bentuk pilihan-ganda terdiri atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban. Pembawa pokok persoalan dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan (statement) yang belum sempurna yang sering disebut stem. Sedangkan pilihan jawaban itu mungkin berbentuk perkataan, bilangan atau kalimat dan sering disebut option.
Ada beberapa jenis bentuk pilihan-ganda ini, antara lain:
a) Distracters, yaitu option yang bukan merupakan jawaban yang benar. Contoh :
Salah satu tanda besar menjelang hari kiamat adalah :
1. Semua urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya
2. Munculnya Dajjal.
3. Banyak terjadi pembunuhan dimana-mana
4. Beratnya orang Islam untuk menjalankan syariat agamanya
5. Minuman keras sudah dianggap biasa
b) Analisis hubungan antar hal, yaitu untuk melihat kemampuan peserta didik dalam menganalisis hubungan antara pernyataan dengan alasan (sebab-akibat). Contoh :
Pada soal di bawah ini terdapat kalimat yang terdiri atas pernyataan (statement) dan alasan (reason).
Pilihan:
1. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan alasan merupakan sebab dari pernyataan.
1. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi alasan bukan merupakan sebab dari pernyataan.
2. Jika pernyataan benar, tetapi alasan salah
3. Jika pernyataan salah, tetapi alasan benar.
4. Jika pernyataan salah, dan alasan salah.
Soal:
Gubernur Jawa Barat tinggal di Bandung SEBAB Bandung merupakan ibu kota provinsi Jawa Barat.
Penjelasan:
1. “Gubernur Jawa Barat tinggal di Bandung” merupakan pernyataan yang benar.
1. “Bandung merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat” merupakan alasan yang benar dan merupakan sebab dari pernyataan.
Jawaban : Jadi, jawaban yang betul adalah A.
c) Variasi negatif, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa kemungkinan jawaban dan disediakan satu kemungkinan jawaban yang salah. Tugas siswa adalah memilih jawaban yang salah tersebut. Contoh :
Teladan yang bisa diambil dari kisah Nabi Musa a.s adalah, kecuali :
1. Menolong tanpa pamrih
2. Konsekwen terhadap janji
3. Berani menegakkan kebenaran
4. Sikap ragu-ragu.
d) Variasi berganda, yaitu memilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang semuanya betul, tetapi ada satu jawaban yang paling betul. Tugas siswa adalah memilih jawaban yang paling betul itu. Contoh :
Para siswa hendaknya menghormati …
1. sesama teman
2. guru-gurunya
3. orang tuanya
4. teman, guru, dan orang tuanya
e) Variasi yang tidak lengkap, yaitu pertanyaan atau pernyataan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban yang belum lengkap. Tugas siswa adalah mencari satu kemungkinan jawaban yang tepat dan melengkapinya. Contoh :
Surat Al-Fatiha disebut juga sab’ul matsani. Artinya …
1. 5 ayat yang dibaca . . . . .
2. 6 ayat yang dibaca . . . . .
3. 7 ayat yang dibaca . . . . .
4. 8 ayat yang dibaca . . . . .
3) Bentuk Menjodohkan (matching)
Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan pilihan ganda. Perbedaannya adalah pilihan ganda terdiri atas stem dan option, kemudian testi tinggal memilih salah satu option yang diberikan. Sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya disusun pada dua kolom yang berbeda. Kolom sebelah kiri menunjukkan kumpulan soal dan kolom sebelah kanan menunjukkan kumpulan jawaban. Jumlah alternatif jawaban harus dibuat lebih banyak dari jumlah soal. Contoh 1 :
Petunjuk : Di bawah ini terdapat dua daftar, yaitu daftar A dan daftar B. Tiap-tiap kata yang terdapat pada daftar A mempunyai pasangannya masing-masing pada daftar B. Anda harus mencari pasangan-pasangan itu. Tulislah nomor kata yang anda pilih itu di depan pasangannya masing-masing.
Daftar A Daftar B
. . . . . . . . . . sunat 1. Halal
. . . . . . . . . . al-Ikhlas 2. Sorga
. . . . . . . . . . Haram 3. Idzhar
. . . . . . . . . . Neraka 4. Wajib
. . . . . . . . . . Makhroj 5. Ikhfa
6. Surat
7. Tajwid
Contoh 2 :
Petunjuk : Berikut ini terdapat dua buah daftar nama. Sebelah kiri adalah pengertian, sedangkan sebelah kanan adalah istilah. Pilihlah pengertian tersebut sesuai dengan nama konsepnya dengan menuliskan angka 1, 2, 3, dan seterusnya pada tempat yang telah disediakan.
Pengertian : Istilah :
…………: Ilmu membaca Al-Quran 1. Hadits
…………: Tempat keluarnya huruf 2. Qana’ah
…………: Perkataan Rasulullah 3. Tajwid
…………: Perbuatan Rasulullah 4. Tasamuh
…………: Sikap rela menerima 5. Makhraj
6. Sunah
7. Qalqalah
4) Bentuk Jawaban Singkat (short answer) dan Melengkapi (completion) :
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Contoh :
a) Siapakah malaikat yang menanyai di alam kubur ?
b) Apa nama agamamu ?
c) Siapa nama Tuhan-mu ?
d) Apa nama kitab sucimu ?
e) Apa nama kiblatmu ?
Sedangkan soal bentuk melengkapi (completion) dikemukakan dalam kalimat yang tidak lengkap. Contoh :
a) Alam barzakh disebut juga alam ……………..
b) Nabi Musa a.s lahir pada zaman raja ………. di negeri ………….
c) Hadis adalah ….. Rasulullah, sedangkan sunnah adalah ….. Rasulullah.
d) Neraka jahannam diperuntukkan bagi orang-orang ………….
e) Hukum akikah adalah sunah ………………..
Cara mengoreksi bentuk tes objektif :
Sesudah item disusun, kemudian diadakan tes, maka selanjutnya kita mengoreksi jawaban siswa dari tiap item yang diberikan. Untuk mengoreksi jawaban tersebut kita harus menggunakan kunci jawaban (scoring key) sebagai acuan dan patokan yang pokok. Jika kunci jawaban ini sudah disediakan, maka siapapun dapat mengoreksi jawaban tersebut secara cepat dan tepat.
1. Tes Lisan (oral test), yaitu suatu bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang diberikan.
2. Tes Perbuatan (performance test), yaitu bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Misalnya, coba praktikkan bagaimana cara melaksanakan sholat yang baik dan benar.
1. Jenis Tes Hasil Belajar
2. Tes formatif
Tes formatif dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar siswa selama proses belajar berlangsung, untuk memberikan balikan (feed back) bagi penyempurnaan program belajar-mengajar, serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar-mengajar menjadi lebih baik. Soal-soal tes formatif ada yang mudah dan ada pula yang sukar, bergantung kepada tugas-tugas belajar (learning tasks) dalam program pengajaran yang akan dinilai. Tujuan utama tes formatif adalah untuk memperbaiki proses belajar, bukan untuk menentukan tingkat kemampuan anak. Tes formatif sesungguhnya merupakan criterion-referenced test. Tes formatif yang diberikan pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai tes formatif lagi, sebab data-data yang diperoleh akhirnya digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar siswa. Tes tersebut lebih tepat disebut sebagai subtes sumatif. Jika dimaksudkan untuk perbaikan proses belajar, maka maksud itu baru terlaksana pada jangka panjang, yaitu pada saat penyusunan program tahun berikutnya
1. Tes Sumatif
Tes sumatif diberikan saat satuan pengalaman belajar dianggap telah selesai. Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk menetapkan apakah seorang siswa berhasil mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan atau tidak. Tujuan tes sumatif adalah untuk menentukan angka berdasarkan tingkatan hasil belajar siswa yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. Ujian akhir dan ulangan umum pada akhir caturwulan atau semester termasuk ke dalam tes sumatif. Hasil tes sumatif jga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran. Tes sumatif termasuk norm-referenced test. Cakupan materinya lebih luas dan soal-soalnya meliputi tingkat mudah, sedang, dan sulit.
1. Tes Penempatan (placement test)
Pada umunya tes penempatan dibuat sebagai prates (pretest). Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program belajar dan sampai di mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi dasar) sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mereka. Dalam hubungan dengan tujuan yang pertama masalahnya berkaitan dengan kesiapan siswa menghadapi program yang baru, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan kesesuaian program pembelajaran dengan siswa.
1. Tes Diagnostik
Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami peserta didik berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnostik memerlukan sejumlah soal untuk satu bidang yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi peserta didik. Soal-soal tersebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan. Tes diagnostik biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran dimulai. Tes diagnostik diadakan untuk menjajaki pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang telah dikuasai mereka, apakah peserta didik sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diperlukan untuk dapat mengikuti suatu bahan pelajaran lain. Oleh karena itu, tes diagnostik semacam itu disebut juga test of entering behavior.
1. B. Nontes
Para ahli berpendapat bahwa dalam mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar, kita harus menggunakan teknik tes dan nontes, sebab hasil-hasil pelajaran bersifat aneka ragam. Hasil pelajaran dapat berupa pengetahuan teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan. Adapun perubahan sikap dan petumbuhan peserta didik dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik nontes, misalnya observasi, wawancara, skala sikap, angket, check list, dan rating scale.
BAB III
PROSEDUR EVALUASI PEMBELAJARAN
Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi, yaitu : (1) membuat perencanaan, yang meliputi : menyusun kisi-kisi dan uji-coba, (2) mengumpulkan data, (3) mengolah data, (4) menafsirkan data, dan (5) menyusun laporan
A. Membuat Perencanaan Evaluasi
1. Menyusun Kisi-kisi (Layout/Blue-Print/Table of Specification)
Kisi-kisi adalah suatu format yang berisi komponen identitas dan komponen matriks untuk memetakan soal dari berbagai topik/ satuan bahasan sesuai dengan kompetensi dasarnya masing-masing. Fungsi adalah sebagai pedoman bagi guru untuk membuat soal menjadi tes. Adapun syarat-syarat kisi-kisi yang baik adalah :
a. Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan.
b. Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c. Soal-soalnya dapat dibuat sesuai dengan indicator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Contoh Kisi-kisi Soal :
Nama Madrasah :……………………
Program/Jurusan : ……………………
Mata Pelajaran : ……………………
Semester / Tahun : ……………………
Kurikulum Acuan : ……………………
Alokasi Waktu : ……………………
Jumlah Soal : ……………………
Standar Kompetensi : ……………………
Kompetensi
Dasar Materi
(PB/SPB) Indikator Bentuk Soal *) Nomor Urut Soal

*) Apabila bentuk soal yang digunakan hanya satu, sebaiknya dimasukkan ke komponen identitas.
Untuk menyusun kisi-kisi ini, sebelumnya guru harus mempelajari silabus mata pelajaran, karena tidak mungkin kisi-kisi dibuat tanpa adanya silabus. Dalam silabus biasanya sudah terdapat standar kompetensi, kompetensi dasar, dan urutan materi yang telah disampaikan. Guru tinggal merumuskan indikator berdasarkan sub topik/sub pokok bahasan. Indikator adalah rumusan pernyataan yang menggunakan kata kerja operasional sesuai dengan materi yang akan diukur. Ciri-ciri indikator adalah :
1. Mengandung satu kata kerja operasional yang dapat diukur (measurable) dan dapat diamati (observable)
2. Sesuai dengan materi yang hendak diukur.
3. Dapat dibuatkan soalnya sesuai dengan bentuk yang telah ditetapkan.
Contoh :
1. Menjelaskan peranan orang tua dalam keluarga.
2. Menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi pendidikan dalam keluarga.
3. Membedakan antara halal dan haram.
Untuk itu, guru harus memperhatikan domain dan jenjang kemampuan yang akan diukur, seperti : recall, konperhensi, dan aplikasi. Kemampuan recall berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi, fakta, konsep, metode dan prinsip-prinsip. Sedangkan kemampuan konperhensi berkenaan dengan kemampuan antara lain : menjelaskan / menyimpulkan suatu informasi, menafsirkan fakta (grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lain, misalnya dari pernyataan verbal ke dalam bentuk rumus, memperkirakan akibat dari suatu situasi. Kemampuan aplikasi meliputi kemampuan antara lain : menerapkan hukum-hukum, prinsip-prinsip atau teori-teori dalam suasana yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat grafik, diagram, dll, mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dll.
Setelah menyusun kisi-kisi, kemudian guru membuat soal yang sesuai dengan kisi-kisi, menyusun lembar jawaban siswa, membuat kunci jawaban, dan membuat pedoman pengolahan skor. Selanjutnya, melaksanakan uji-coba.
2. Uji Coba
Jika soal dan perangkatnya sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberpa kali uji coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal.
B. Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi, baik melalui tes (tertulis, lisan maupun perbuatan) maupun melalui nontes. Dalam pelaksanaan evaluasi, guru harus memperhatikan kondisi tempat tes diadakan. Tempat ini harus terang dan enak dipandang serta tidak menakutkan, sehingga peserta didik tidak takut dan gugup. Suasana tes harus kondusif agar peserta didik nyaman menjawab pertanyaan tes. Dalam pelaksanaan tes lisan, guru tidak boleh membentak dalam memberikan pertanyaan dan tidak boleh memberikan kata-kata yang merupakan kunci jawaban. Untuk itu, perlu disusun tata tertib pelaksanaan evaluasi.
C. Pengolahan Data
Setelah semua data kita kumpulkan, baik data itu dari kita langsung yang mengadakan kegiatan evaluasi maupun dari orang lain yang mengevaluasi orang yang kita maksud, data tersebut harus diolah. Mengolah data berarti ingin memberikan nilai dan makna kepada testi mengenai kualitas hasil pekerjaannya. Misalnya, jika seorang murid mendapat nilai 65, kita belum dapat memberikan keputusan tentang murid itu, apakah yang termasuk cerdas atau kurang apalagi memberikan keputusan mengenai aspek keseluruhan kepribadian murid. Dalam pengolahan data biasanya sering digunakan analisis statistik, terutama jika bertemu dengan data kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka-angka.
D. Penafsiran Hasil Evaluasi
Penafsiran terhadap suatu hasil evaluasi harus didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Bila penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu hanya berdasarkan pertimbangan pribadi dan kemanusiaan, maka termasuk kesalahan yang besar. Ada dua jenis penafsiran data, yatu penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, antara lain prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok, dan distribusi nilai kelompok. Sedangkan penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya tertuju kepada individu saja. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau situasi klinis lainnya.
Dalam mengadakan penafsiran data, baik secara kelompok maupun individual, guru harus menggunakan norma-norma yang standar, sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan dengan norma-norma tersebut. Berdasarkan norma ini kita dapat menafsirkan bahwa peserta didik mencapai tarap kesiapan yang memadai atau tidak, ada kemajuan yang berarti atau tidak, ada kesulitan atau tidak. Jika ingin menggambarkan pertumbuhan anak, penyebaran skor, dan perbandingan antar kelompok, maka kita perlu menggunakan garis (kurva), grafik, atau dalam beberapa hal diperlukan profil, dan bukan dengan daftar angka-angka. Daftar angka-angka biasanya digunakan untuk melukiskan posisi atau kedudukan anak.
E. L a p o r a n
Semua kegiatan dan hasil evaluasi harus dilaporkan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti pimpinan/kepala sekolah, pemerintah, dan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang dicapai peserta didik dapat diketahui oleh berbagai pihak dan dapat menentukan langkah selanjutnya. Di samping itu, laporan juga penting bagi peserta didik itu sendiri agar ia mengetahui kemampuan yang dimilikinya, dan atas dasar itu ia menentukan kemana arah yang harus ditempuhnya serta apa yang harus dilakukannya.
BAB IV
PENGOLAHAN HASIL EVALUASI
Bagian Pertama : Mencari Skor Mentah (raw score)
1. Menentukan bobot penilaian. Contoh :
Sangat Baik : 4
Baik : 3
Cukup : 2
Kurang : 1
Sangat Kurang : 0
1. Mencari skor mentah (raw score) setiap peserta dengan cara menghitung jumlah jawaban responden pada setiap skala nilai, kemudian dikalikan dengan bobot. Untuk memudahkan perhitungan dapat digunakan tabel sebagai berikut :
Skala Nilai Tally f b fb
Sangat Baik 4
Baik 3
Cukup 2
Kurang 1
Sangat Kurang 0
Jumlah
Keterangan :
f (frekuensi) = Jumlah jawaban dari setiap peserta pada setiap skala nilai
b = Bobot
fb = Frekuensi kali dengan bobot
Skor mentah = Jumlah fb
Bagian Kedua : Pengolahan Skor
Untuk mengolah skor mentah menjadi nilai dapat digunakan dua pendekatan, yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN).
1. A. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
PAP lebih menitikberatkan kepada apa yang dapat dilakukan oleh peserta, dan bukan membandingkan peserta dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu patokan (criterion) yang spesifik. Patokan yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta sesudah selesai kegiatan belajar atau sejumlah tujuan pembelajaran khusus (indikator) yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung.
Ada dua cara yang dapat ditempuh dalam pendekatan PAP, yaitu :
1. Membandingkan skor mentah setiap peserta dengan skor ideal atau skor total yang mungkin dicapai peserta. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka peserta yang memperoleh skor 85 sama dengan nilai 8,5 dalam skala 0 – 10. Demikian seterusnya.
2. Menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mencari skor ideal, yaitu jumlah soal dikalikan dengan bobot.
2. Mencari rata-rata ( ) ideal dengan rumus :
id = ½ x skor ideal
1. Mencari simpangan baku ( S ) idealdengan rumus :
S id = ⅓ x rata-rata ideal
d. Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan
B. Penilaian Acuan Norma ( PAN )
Makna angka (skor) seorang peserta ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta lainnya dalam satu kelas. Biasanya, PAN digunakan pada akhir suatu unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta. Dalam pendekatan PAN, rata-rata dan simpangan baku dicari dengan rumus statistik sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta. Adapun langkah-langkahnya adalah :
1. Mencari skor tertinggi dan skor terendah
2. Mencari rentang (range), yaitu skor tertinggi dikurangi skor terendah.
3. Menghitung jumlah kelas atau banyak kelas dengan rumus :
JK = 1 + (3,3) log n
1. Mencari interval dengan rumus :
i =
5. Membuat daftar distribusi frekuensi
6. Memasukkan skor ke dalam daftar distribusi frekuensi
7. Menghitung rata-rata aktual ( akt ) dan simpangan baku aktual ( S akt )
8. Membuat pedoman konversi skala nilai
PEDOMAN KONVERSI SKALA NILAI
Skala 0 – 4 : Skala 0 – 10 :
+ 3,0 ( S ) = 4 = A + 2,25 ( S ) = 10
+ 1,5 ( S ) = 3 = B + 1,75 ( S ) = 9
1,5 ( S ) = 2 = C + 1,25 ( S ) = 8
3,0 ( S ) = 1 = D + 0,75 ( S ) = 7
+ 0,25 ( S ) = 6
- 0,25 ( S ) = 5
- 0,75 ( S ) = 4
- 1,25 ( S ) = 3
- 1,75 ( S ) = 2
- 2,25 ( S ) = 1
Skala 0 – 100 (T – skor) : 50 + 10
PEDOMAN PENGOLAHAN SKOR UNTUK NON-TES
(SIKAP, MINAT, MOTIVASI, DLL)
Contoh : PENILAIAN SIKAP
Tujuan : Untuk mengetahui kecenderungan (trends) sikap peserta terhadap kegiatan pembelajaran diklat dasar pekerjaan sosial.
Cara Pertama :
1. Menghitung skor tertinggi, yaitu jumlah pernyataan dikalikan dengan bobot terbesar.
Contoh : Jumlah pernyataan 25 dan skala nilai/bobot yang digunakan 5, 4, 3, 2, 1.
Skor tertinggi = 20 x 5 = 100
2. Menghitung skor terendah, yaitu jumlah pernyataan dikalikan dengan bobot :
Skor terendah = 20 x 1 = 20
3. Mencari rata-rata dengan rumus :
Rata-rata =
Keterangan :
St = Skor tertinggi
Sr = Skor terendah
Rata-rata =
4. Mencari skor mentah setiap peserta dengan rumus :
Skor mentah = jumlah frekuensi kali dengan bobot
5. Membandingkan skor mentah setiap siswa dengan rata-rata.
6. Kesimpulan :
a. Jika skor peserta > rata-rata, berarti peserta tersebut mempunyai kecenderungan sikap yang “baik” terhadap kegiatan pembelajaran diklat dasar pekerjaan sosial.
b. Jika skor peserta < rata-rata, berarti peserta tersebut mempunyai kecenderungan sikap yang “kurang baik” terhadap kegiatan pembelajaran diklat dasar pekerjaan sosial.
Contoh :
Skor mentah peserta A = 70
Rata-rata = 60
Kesimpulan : peserta A mempunyai sikap yang “baik” terhadap kegiatan pembelajaran diklat dasar pekerjaan sosial.
Catatan :
Jika dianggap perlu, nilai setiap peserta dapat dikategorikan sebagai berikut :
Contoh :
90 - 100 = Sangat Baik
80 - 89 = Baik
70 - 79 = Cukup
60 - 69 = Kurang
50 - 59 = Sangat Kurang
Cara Kedua :
1. Menghitung jumlah jawaban pada setiap skala nilai (frekuensi).
2. Mengalikan frekuensi dengan bobot (b)
3. Nilai akhir peserta =
Keterangan :
jumlah frekuensi dikalikan dengan bobot
jumlah item (pernyataan)
FORMAT PENILAIAN NASKAH MAKALAH
Nama Peserta : …………………………………………………..
Nomor Pokok : …………………………………………………..
Kelas : …………………………………………………..
Judul Makalah : …………………………………………………..
No ASPEK-ASPEK PENILAIAN NILAI
(N) BOBOT
(B) NB
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10 Judul
Rumusan Masalah
Tujuan Pembahasan
Prosedur Penulisan
Landasan Teori/Pustaka
Temuan dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Originalitas
Bahasa dan Teknik Penulisan
Daftar Pustaka ………….
………….
………….
………….
………….
………….
………….
………….
………….
…………. ………….
………….
………….
………….
………….
………….
………….
………….
………….
…………. …………..
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
…………..
Jumlah
Rata-rata nilai = = ……………..
Bandung, ……………………………..
Guru,
……………………………………………
BAB V
PENILAIAN PORTOFOLIO
Perbedaan Penilaian Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2004
Variabel
Penilaian Kurikulum 1994 Kurikulum 2004 (KBK)
Pendekatan Norm-Referenced Criterion-Referenced
Domain Menekankan pada cognitive domain. Mencakup tiga domain : cognitive, affective, psychomotor.
Materi Materi penilaian disusun berdasarkan pada tujuan per kelas dan per semester. Materi penilaian disusun berdasarkan pada materi yang essensial dan relevan dengan kompetensi yang harus dicapai.
Keberhasilan Keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasarkan perolehan nilai yang dapat dibandingkan dengan nilai siswa lainnya. Keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasarkan pencapaian kompetensi tertentu dan bukan berdasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain.
Teknik Ujian
Proses
Penilaian Ujian cenderung hanya menggunakan teknik paper and pencil test.
Hanya melibatkan guru. Ujian menggunakan berbagai teknik, antara lain : performance test, objective test dan portfolio.
Melibatkan guru, siswa dan orang tua. Guru menilai dan memberikan komentar. Siswa dapat melakukan self-assessment dan orang tua dapat mengontrol hasil pekerjaan siswa.
A. Pengertian Penilaian Portofolio
Menurut para ahli, portofolio memiliki beberapa pengertian. Ada yang memandang sebagai benda, dan ada pula yang memandang sebagai metoda. Portofolio sebagai suatu wujud benda fisik, atau kumpulan suatu hasil (bukti) dari suatu kegiatan, atau bundelan, yakni kumpulan dokumentasi atau hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan dalam suatu bundel. Misalnya, bundelan hasil kerja peserta didik mulai dari tes awal, tugas-tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, sampai kepada tes akhir. Portofolio ini merupakan kumpulan karya terpilih dari peserta didik, baik perorangan maupun kelompok. Istilah karya terpilih menunjukkan bahwa tidak semua karya peserta didik dapat dimasukkan ke dalam portofolio tersebut. Karya yang diambil adalah karya terbaik, karya yang paling penting dari pekerjaan peserta didik, yang bermakna bagi peserta didik, sesuai dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah ditetapkan.
Penilaian portofolio bertujuan untuk mengukur sejauhmana kemampuan peserta didik dalam membangun dan merefleksi suatu pekerjaan/tugas atau karya melalui pengumpulan (collection) bahan-bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dibangun oleh peserta didik, sehingga hasil konstruksi tersebut dapat dinilai dan dikomentari oleh guru dalam periode tertentu. Jadi, penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja.
Adapun fungsi penilaian portofolio adalah sebagai berikut :
1. Portofolio sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik, tanggung jawab dalam belajar, perluasan dimensi belajar, dan pembaharuan proses pembelajaran.
2. Portofolio sebagai alat pengajaran merupakan komponen kurikulum, karena potofolio mengharuskan peserta didik untuk mengoleksi dan menunjukkan hasil kerja mereka.
3. Portofolio sebagai alat penilaian otentik (authentic assessment).
4. Portofolio sebagai sumber informasi bagi peserta didik untuk melakukan self-assessment.
B. Prinsip-prinsip Penilaian Portofolio
Dalam penilaian portofolio harus terjadi interaksi multi arah, yaitu dari guru ke siswa, dari siswa ke guru, dan dari siswa ke siswa. Direktorat PLP Ditjen Dikdasmen Depdiknas (2003 : 124) mengemukakan pelaksanaan penilaian portofolio hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip “mutual trust, confidentiality, joint ownership, satisfaction, and relevance”.
1. Mutual trust (saling mempercayai), artinya jangan ada saling mencurigai antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
2. Confidentiality (kerahasiaan bersama), artinya semua hasil pekerjaan peserta didik dan dokumen yang ada, baik perorangan maupun kelompok, harus dijaga kerahasiaannya, tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada siapapun sebelum diadakan pameran. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik yang mempunyai kelemahan tidak merasa dipermalukan.
3. Joint Ownership (milik bersama), artinya semua hasil pekerjaan peserta didik dan dokumen yang ada harus menjadi milik bersama antara guru dan peserta didik, karena itu harus dijaga bersama, baik penyimpanannya maupun penempatannya.
4. Satisfaction (kepuasan), artinya semua dokumen dalam rangka pencapaian standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator harus dapat memuaskan semua pihak, baik guru maupun peserta didik, karena dokumen tersebut merupakan bukti karya terbaik peserta didik sebagai hasil pembinaan guru.
5. Relevance (kesesuaian), artinya dokumen yang ada harus sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.
C. Jenis Penilaian Portofolio
Apabila dilihat dari jumlah peserta didik, maka penilaian portofolio dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu portofolio perorangan dan portofolio kelompok. Menurut Cole, Ryan, and Kick (1995) portofolio dapat dibagi dua jenis, yaitu “portofolio proses dan portofolio produk”.
1. Portofolio proses, yaitu jenis portofolio yang menunjukkan tahapan belajar dan menyajikan catatan perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu. Salah satu bentuk portofolio proses adalah portofolio kerja (working portfolio) yaitu bentuk yang digunakan untuk memantau kemajuan dan menilai peserta didik dalam mengelola kegiatan belajar mereka sendiri. Adapun kriterianya antara lain :
1. Adakah pembagian kerja diantara anggota kelompok ?
2. Bagaimana masing-masing anggota bekerja telah sesuai dengan tugasnya ?
3. Berapa besar kontribusi kerja para anggota kelompok terhadap hasil yang dicapai kelompok ?
4. Adakah bukti tanggung jawab bersama ?
5. Bagaimana kelengkapan data yang diperoleh telah sesuai dengan tugas anggota kelompok masing-masing ?
6. Apakah informasi yang diperoleh akurat?
7. Apakah portofolio telah disusun dengan baik?
2. Portofolio produk, yaitu jenis penilaian portofolio yang hanya menekankan pada penguasaan (masteri) dari tugas yang dituntut dalam standar kompetensi, kompetensi dasar, dan sekumpulan indikator pencapaian hasil belajar, serta hanya menunjukkan evidence yang paling baik, tanpa memperhatikan bagaimana dan kapan evidence tersebut diperoleh. Contoh portofolio produk adalah portofolio tampilan (show portfolio) dan portofolio dokumentasi (documentary portfolio).
a. Portofolio Tampilan
Portofolio bentuk ini merupakan sekumpulan hasil karya peserta didik atau dokumen terseleksi yang dipersiapkan untuk ditampilkan kepada umum. Misalnya mempertanggungjawabkan suatu proyek, menyelenggarakan pameran, atau mempertahankan suatu konsep. Bentuk ini biasanya digunakan untuk tujuan pertanggungjawaban (accountability). Contoh format :
LEMBAR PENILAIAN PENAMPILAN
Judul Penampilan : ……………………………….
Kelas/Kelompok : ……………………………….
Petunjuk Penilaian :
1. Setiap kriteria diberi skor dalam skala 5 (1 – 5)
2. Skor 1 = rendah; 2 = cukup; 3 = rata-rata; 4 = baik; 5 = istimewa
No Kriteria Penilaian Nilai Catatan
01 Signifikansi :
1. Seberapa besar tingkat kesesuaian atau kebermaknaan informasi yang diberikan dengan topik yang dibahas.
02 Pemahaman :
2. Seberapa baik tingkat pemahaman peserta
didik terhadap hakikat dan ruang lingkup
masalah yang disajikan.
03 Argumentasi :
3. Seberapa baik alasan yang diberikan peserta didik terkait dengan permasalahan yang dibicarakan.
04 Responsifness :
4. Seberapa besar kesesuaian jawaban yang
diberikan peserta didik dengan pertanyaan
yang muncul.
05 Kerjasama kelompok :
5. Seberapa besar anggota kelompok berpar-
tisipasi dalam penyajian.
6. Bagaimana setiap anggota merasa bertang-
gung jawab atas permasalahan kelompok.
7. Bagaimana para penyaji menghargai pen-
dapat orang lain.
Penilai,
………………………..
b. Portofolio Dokumen
Portofolio dokumen menyediakan informasi baik proses maupun produk yang dihasilkan oleh peserta didik. Model portofolio ini bermanfaat bagi peserta didik dan orang tua untuk mengetahui kemajuan hasil belajar, kelebihan dan kekurangan peserta didik dalam belajar secara perorangan. Berdasarkan dokumen ini, baik peserta didik maupun guru dapat melihat : proses apa yang telah diikuti ? kerja apa yang telah dilakukan ? dokumen apa yang telah dihasilkan ? apakah hal-hal pokok telah terdokumentasikan ? apakah dokumen disusun berdasarkan sumber-sumber data masing-masing ? apakah dokumen berkaitan dengan yang akan disajikan ? standar kompetensi mana yang telah dikuasai sampai pada pekerjaan terakhir ?
LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN
Judul Dokumen : …………………………………………
Kelas/ Kelompok : …………………………………………
Petunjuk Penilaian :
1. Setiap kriteria diberi skor dalam skala 5 (1 – 5)
2. Skor 1 = Rendah; 2 = Cukup; 3 = Rata-rata; 4 = Baik; 5 = Istimewa
No Kriteria Penilaian Nilai Catatan
1 Kelengkapan :
1. Apakah dokumen lengkap untuk menjawab suatu permasalahan
2 Kejelasan :
2. Tersusun dengan baik
3. Tertulis dengan baik
4. Mudah dipahami
3 Informasi :
5. Akurat
6. Memadai
7. Penting
4 Dukungan :
8. Memuat contoh untuk hal-hal yang utama
9. Memuat alasan yang baik
5 Data Grafis :
10. Berkaitan dengan isi setiap bagian
11. Diberi judul yang tepat
12. Memberikan informasi
13. Meningkatkan pemahaman
6 Bagian Dokumentasi :
14. Cukup memadai
15. Dapat dipercaya
16. Berkaitan dengan hal yang dijelaskan
17. Terpilih (terseleksi)
Jumlah Skor
Kualifikasi Penilaian
Penilai:
……………………………..
D. Tahap-tahap Penilaian Portofolio
Menurut Anthoni J. Nitko (1996 : 281), ada enam tahap untuk menggunakan sebuah sistem portofolio (six steps for crafting a portfolio system). Tahap pertama akan merupakan dasar bagi penentuan tahap selanjutnya. Oleh sebab itu, jawablah semua pertanyaan pada tahap pertama tersebut sebelum lanjut pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tersebut adalah:
1. Mengidentifikasi tujuan dan fokus portofolio
1. Mengapa portofolio itu akan dilakukan ?
2. Tujuan pembelajaran dan tujuan kurikulum (dalam hal ini kompetensi dasar) apa yang akan dicapai ?
3. Metoda penilaian yang bagaimana yang tepat untuk menilai tujuan tersebut ?
4. Apakah portofolio akan difokuskan pada hasil pekerjaan yang baik, pertumbuhan dan kemajuan belajar, atau keduanya ?
5. Apakah portofolio itu akan digunakan untuk formatif, sumatif atau keduanya ?
6. Siapa yang akan dilibatkan dalam menentukan tujuan, fokus, dan pengaturan (organization) portofolio ?
2. Mengidentifikasi isi materi umum yang akan dinilai.
3. Mengidentifikasi pengorganisasian portofolio. Siapa yang akan terlibat dalam portofolio tersebut ?
4. Menggunakan portofolio dalam praktik.
5. Evaluasi pelaksanaan portofolio.
6. Evaluasi portofolio secara umum
E. Bahan-bahan Penilaian Portofolio
Bahan penilaian portofolio di sekolah diantaranya penghargaan tertulis, penghargaan lisan, hasil pelaksanaan tugas-tugas oleh peserta didik, daftar ringkasan hasil pekerjaan, catatan dalam suatu kerja kelompok, contoh hasil pekerjaan, catatan/laporan dari pihak lain yang relevan, bukti kehadiran, hasil ujian/ ulangan, presentasi dari tugas-tugas yang selesai dikerjakan, catatan kejadian khusus (catatan anekdot), bahan yang relevan, yaitu (a) bahan yang dapat memberikan informasi tentang perkembangan yang dialami siswa, dan (b) bahan yang dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kurikulum dan pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal (1991) Evaluasi Instruksional : Prinsip-Teknik-Prosedur, Cetakan Ke-3, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Arifin, Zainal (2006) Konsep Guru Tentang Evaluasi dan Aplikasinya Dalam Proses Pembelajaran PAI, Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Cole, D.J., Ryan, C.W., & Kick, F., (1995) Portofolios Across The Curriculum and Beyond, Thousand Oaks, C.A. : Corwin Press.
Depdiknas (2003) Materi Pelatihan Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Penyusunan dan Penggunaan Alat Evaluasi Serta Pengembangan Sistem Penghargaan Terhadap Siswa, Jakarta : Direktorat PLP – Ditjen Dikdasmen.
Hopkins D.Charles & Richard L.Antes (1990) Classroom Measurement and Evaluation, Indiana State University.
Nitko, A. J., (1996) Educational Assessment of Students, Second Edition, New Jersey : Englewood Cliffs.
Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung : Fokusmedia.
Peraturan Pemerintah R.I. No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Bandung : Fokusmeida.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar